Berdasarkan kajian Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Lahan rawa luasnya 33,4 juta hektar tersebar di 11 propinsi, di mana sekitar 9,5 juta hektar di antaranya potensial untuk lahan pertanian. Lahan rawa pasang surut yang sudah dibuka 4,1 juta hektar dan yang dibangun seluas 1, 4 juta ha. Di antaranya ditanami dengan padi 2 kali dalam setahun (IP 200) seluas 727 ribu hektar. Sekitar 500-725 ribu hektar sawah pasang surut belum dimanfaatkan secara optimal. Rawa lebak yang sudah dibangun sekitar 347 ribu hektar, dan 171 ribu hektar dimanfaatkan untuk tanaman padi. Masih ada lahan lebak yang belum dimanfaatkan secara optimal seluas 120 ribu hektar.
Menteri Pertanian RI, Dr. Ir. H. Suswono MMA pada Pekan Pertanian Rawa Nasional (PPRN) I, Selasa (12/7), di Kantor Balitra Kelurahan Loktabat Utara Banjarbaru mengatakan bahwa potensi lahan rawa, baik pasang surut atau lebak, merupakan sumberdaya alternatif yang potensial untuk mendukung ketahanan pangan. Permerintah bertekad mengoptimalkan keberadaan lahan rawa yang selama ini menjadi penyumbang besar terhadap produksi pangan, terutama padi.
Menurut Mentan potensi ini perlu dioptimalkan mengingat produktivitas padi di lahan rawa saat ini rata-rata hanya 2,6 sampai 3,9 ton per hektar dengan indeks pertanaman hanya 0,66. Padahal, menurutnya, potensi yang bisa dihasilkan dapat menjadi 4,0 hingga 7,0 ton per hektar. Bahkan dengan sentuhan teknologi seperti di beberapa lokasi, hasilnya bisa mencapai 8 ton per hektar.
"Kalau ini bisa dimanfaatkan optimal, kontribusi lahan rawa terhadap produksi pangan nasional dapat berlipat ganda," ujarnya.
Diakui, pengolahan rawa tidak murah bila dilihat dari segi pembiayaan. Namun untuk jangka panjang, menurut Suswono, biaya itu berangsur-angsur menjadi murah.
Sementara itu Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Haryono menyatakan terkait dengan program peningkatan produksi beras berkelanjutan, serta untuk mewujudkan stok beras nasional sebesar 10 juta ton pada tahun 2015, keberadaan dan peran lahan rawa sebagai lumbung pangan alternatif dan buffer stock menjadi sangat strategis. Minimal dalam dua hal : pertama, lahan rawa potensial untuk menekan defisit beras, yang biasanya terjadi pada bulan September hingga Nopember, dan pasokan produksi beras dari lahan rawa mengalami puncaknya, terutama pada bulan Agustus-Oktober. Kedua, pada umumnya lahan rawa relatif lebih lentur terhadap perubahan iklim, terutama kekeringan, dan ada kecenderungan bahwa lahan rawa, terutama lebak potensial semakin luas pada saat kemarau panjang.
(Sinar Tani)
hayooo..indralaya kota rawa nihh....
Kamis, 21 Juli 2011
Filled Under:
OPTIMALISASI POTENSI LAHAN RAWA, PERLU PENDEKATAN ”BARU”
Posted by:
Unknown
- 20.05
Share
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar