Minggu, 15 April 2012

Filled Under:

Polemik Jurnal Ilmiah

Share
Edaran Surat Dirjen Dikti Nomor 152/E/T/2012 tertanggal 27 Januari 2012 yang ditujukan kepada Rektor/Ketua/Direktur PTN dan PTS seluruh Indonesia tentang keharusan publikasi karya ilmiah bagi sarjana seharusnya mendapatkan apresiasi karena salah satu indikasi kemajuan suatu bangsa adalah produktifitas karya tulis yang tinggi. Namun kebijakan  Dirjen Dikti yang bertujuan untuk meningkatkan iklim tulis menulis ilmiah di kalangan mahasiswa yang masih sangat rendah menuai kontroversi, dianggap tidak realistis dan bahkan ada yang menilai tidak dilandasi dasar hukum.    Surat edaran dikti yang menyusul setelah keluarnya kebijakan di akhir 2011 (250/E/T 2011)  perihal kebijakan unggah karya ilmiah untuk kenaikan pangkat dosen, yakni kenaikan pangkat hanya dinilai jika identitas karya ilmiah dapat ditelusuri secara online ini pun sangat mengejutkan pihak yang terkait. Kebijakan dikti No. 152/E/T/2012 bahwa bagi mahasiswa program S1 menghasilkan makalah yang terbit di jurnal ilmiah, program magister (S2) harus terbit pada jurnal nasional terakreditasi, sedangkan program doktor (S3) harus menghasilkan makalah yang diterima untuk diterbitkan pada jurnal internasional.  Kebijakan inovatif yang mewajibkan mahasiswa menghasilkan makalah ilmiah dalam bentuk jurnal bagi  setiap calon sarjana tersebut merupakan salah satu syarat kelulusan yang akan diberlakukan mulai Agustus 2012.
Tujuan utama Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dengan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam riset dan penulisan karya tulis sesuai standar ilmiah kepada civitas akademika Indonesia yang memang sudah ketinggalan dari Malaysia, Singapura dan Thailand. Juga, meningkatkan kuantitas dan produktifitas jurnal ilmiah Indonesia yang kini masih sangat rendah sehingga dapat terindeks dalam basis data jurnal dan prosiding penelitian internasional, seperti Scopus dan Google Scholar.   Berdasarkan data Indonesian Scientific Journal Database terdata sekitar 13.047 buah jurnal di Indonesia yang berkategori ilmiah yang masih aktif, sangat tertinggal jauh dari  Malaysia yang sudah 55.211 dan Thailand 58.931. Dari jumlah jurnal Indonesia itu hingga tahun 2010 hanya sekitar 121 jurnal yang telah terakreditasi Ditjen DIKTI, karya ilmiah yang dihasilkannya pun kurang lebih sepertujuh dari karya ilmiah perguruan tinggi di negeri Jiran (Kompas/8/2).  Meski sebenarnya kurang elok jika disandingkan dengan Malaysia yang memiliki fasilitas jauh lebih memadai dan gaji para penelitinya sangat besar dibandingkan dengan gaji periset di Indonesia.
Melihat kebijakan Dirjen Dikti yang mengharuskan mahasiswa menulis karya tulis ilmiah di sebuah jurnal ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi kebijakan tersebut sangat inovatif karena merangsang calon sarjana untuk dapat berkomunikasi secara ilmiah melalui karya tulis ilmiah di jurnal dan mengasah kemampuan dan budaya menulis. Di sisi lain tentunya kebijakan ini akan menambah beban secara finansial dan memperpanjang  masa studi mahasiswa S1, S2 maupun S3. Misalnya saja, untuk penerbitan tulisan ilmiah di jurnal internasional membutuhkan biaya penerbitan sekitar US$450. (-/+ Rp 4,5 juta) dan umumnya membutuhkan waktu yang tidak singkat. Makalah-makalah yang akan dimuat harus direview kelayakannya oleh akademisi, hasil review tersebut harus ditindaklanjuti oleh penulis dengan memperbaiki dan mengirimkannya kembali untuk direview sehingga proses review makalah untuk suatau jurnal dapat memakan waktu lama. Umumnya waktu yang dibutuhkan untuk jurnal internasional mulai submit draft sampai memperoleh acceptance letter untuk diterbitkan membutuhkan waktu 1 – 2,5 tahun. Ini otomatis akan memperpanjang masa studi. Padahal dalam panduan pengelolaan pendidikan tinggi dari Dirjen Dikti menyebutkan penyelenggaraan pendidikan S1 berlangsung 4 tahun, S2 2 tahun, lebih dari waktu tersebut menjadi penilaian negatif terhadap nilai akreditasi jurusan dan sebuah perguruan tinggi. Berbeda dengan mahasiswa program doktor di luar negeri, beberapa universitas juga telah memberlakukan persyaratan 2 atau 3 publikasi internasional untuk dapat mengikuti ujian akhir. Namun, fasilitas dan dana penelitian tidak pernah menjadi penghambat untuk menghasilkan karya yang layak terbit di sebuah jurnal ilmiah interasional dengan impact factor tinggi sekalipun.
Khususnya bagi calon sarjana S1, kewajiban  untuk penerbitan karya tulis di jurnal ilmiah sebagai hal yang relatif baru ini, membuka peluang munculnya jurnal abal-abal sebagai media formalitas yang sekadar menerbitkan karya untuk memenuhi persyaratan kelulusan dan akan terbit ribuan makalah setiap bulannya di sebuah jurnal, menjadi “tulisan sampah” yang tidak sempat terbaca. Dan yang perlu diwaspadai pula adalah menjamurnya jasa outsourcing yang menerima pesanan membuat karya tuliskarena kewajiban seperti ini .Meski gagasan Dirjen Dikti ini cukup inovatif, selain mengeluarkan kebijakan keharusan publikasi karya ilmiah bagi sarjana sebagai upaya merangsang mahasiswa untuk berkarya. Namun, pemerintah seyogyanya mengkaji, memikirkan, dan memperhitungkan persiapan, wadah dan media pendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Jika kebijakan tersebut dilaksanakan Agustus 2012, berapa banyak mahasiswa harus antre untuk dimuat karyanya, padahal jumlah jurnal ilmiah kita masih sangat terbatas untuk mampu menampung ratusan ribu tulisan ilmiah calon sarjana di Indonesia.
Terlepas dari kelemahan surat edaran Dikti No 152/E/T/2012  dan 250/E/T 2011 tersebut, kita harus dukung karena tujuaanya sangat bagus, yaitu untuk meningkatkan jumlah publikasi ilmiah civitas akademika Indonesia. Oleh karena itu, perguruan tinggi sekarang ini baik negeri maupu swasta sudah harus memikirkan bagaimana meningkatkan sarana dan prasarana penunjang peneliti untuk menghasilkan penelitian yang memenuhi standard nilai ilmiah dan bagaimana menyiasati dan mewadahi akan lonjakan submission serta memuat makalah yang luar biasa banyaknya dengan adanya peraturan ini. Namun, dengan edaran Dirjen Dikti tersebut bukan tidak mungkin juga dari sekian jurnal ilmiah yang muncul akan lahir jurnal-jurnal ilmiah berkualitas yang go international yang dapat memeriahkan dunia penelitian di negeri ini.

Sumber : http://www.fajar.co.id/read-20120215222321-polemik-kewajiban-publikasi-ilmiah-mahasiswa

0 komentar:

Posting Komentar