JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berusaha  menghilangkan masyarakat agraris secara sistematis, melalui Rancangan  Undang-undang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan.
Alih-alih  mewujudkan pembaruan agraria melalui pendistribusian lahan bagi rakyat  yang tak memiliki tanah, pemerintah malah berusaha merampas kepemilikan  rakyat atas tanah dengan rancangan undang-undang (RUU) itu.
Koordinator Koalisi Rakyat Anti Perampasan Tanah, Idham Arsyad, kepada Kompas  di Jalarta, Senin (24/10/2011), mengatakan, RUU Pengadaan Tanah  merupakan salah satu prasyarat yang dirumuskan dalam program Master Plan  Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Di sisi lain,  program MP3EI tak lain hanyalah merupakan program untuk mempercepat  eksploitasi wilayah-wilayah Indonesia, melalui pembentukan Enam Koridor  Ekonomi.
"Bagi kami MP3EI mempunyai sejumlah persoalan, karena  pemerintah tidak memiliki prioritas pengembangan ekonomi nasional,  sehingga model MP3EI adalah jalan instan yang dibuat agar tidak perlu  bersusah payah mengenmbangkan potensi ekonomi nasional," ujar Idham.
"Program  ini secara sengaja meninggalkan sektor pertanian, UMKM, dan koperasi  secara sistematis karena fokus pembangunan infrastruktur diorientasikan  ke sektor lain dan pelaku ekonomi yang dilirik adalah BUMN, BUMD, dan  swasta besar," tambah Idham.
Menurut Idham, aspek lahan atau tanah  menjadi faktor penting dalam proyek-proyek infrastruktur swasta  (termasuk asing) yang terlibat dalam MP3EI dan KEI.
"Dengan  demikian, akan terjadi perampasan tanah rakyat besar-besaran lewat UU  Pengadaan Tanah, di seluruh wilayah koridor ekonomi," ujarnya.
Yang  lebih mencengangkan, jika RUU Pengadaan Tanah ini disahkan menjadi UU,  menurut Idham adalah terjadinya penghilangan masyarakat agraris secara  sistematis.
"Kalau UU disahkan, ancaman terbesarnya adalah  penggusuran dan akan menambah jumlah orang yang tak punya tanah. Selain  itu akan ada penghilangan masyarakat petani secara sistematis," katanya.
Seharusnya,  ungkap Idham, petani punya tanah. Namun, karena politik pembangunannya  tidak mengarah ke situ, mereka yang selama ini menjadi buruh tani ini  secara perlahan hanya akan tetap menjadi buruh tani.
"Kalau tak  punya akses pekerjaan di sektor pedesaan, mereka terlempar ke kota dan  jadi buruh lepas, dan pilihannya jadi pekerja di luar negeri," kata  Idham.
Padahal jelas Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun  1960, mengamanatkan negara melakukan pembaruan agraria. Pembaruan  agraria ini pada intinya adalah mendistribusikan tanah kepada rakyat  yang belum memilikinya.
"Bukannya malah mendistribusikan tanah,  negara dengan RUU Pengadaan Tanah ini malah akan merampas tanah milik  rakyat," kata Idham.                            

0 komentar:
Posting Komentar