Selasa, 25 Oktober 2011

Filled Under:

Share
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berusaha menghilangkan masyarakat agraris secara sistematis, melalui Rancangan Undang-undang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan.
Alih-alih mewujudkan pembaruan agraria melalui pendistribusian lahan bagi rakyat yang tak memiliki tanah, pemerintah malah berusaha merampas kepemilikan rakyat atas tanah dengan rancangan undang-undang (RUU) itu.
Koordinator Koalisi Rakyat Anti Perampasan Tanah, Idham Arsyad, kepada Kompas di Jalarta, Senin (24/10/2011), mengatakan, RUU Pengadaan Tanah merupakan salah satu prasyarat yang dirumuskan dalam program Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Di sisi lain, program MP3EI tak lain hanyalah merupakan program untuk mempercepat eksploitasi wilayah-wilayah Indonesia, melalui pembentukan Enam Koridor Ekonomi.
"Bagi kami MP3EI mempunyai sejumlah persoalan, karena pemerintah tidak memiliki prioritas pengembangan ekonomi nasional, sehingga model MP3EI adalah jalan instan yang dibuat agar tidak perlu bersusah payah mengenmbangkan potensi ekonomi nasional," ujar Idham.
"Program ini secara sengaja meninggalkan sektor pertanian, UMKM, dan koperasi secara sistematis karena fokus pembangunan infrastruktur diorientasikan ke sektor lain dan pelaku ekonomi yang dilirik adalah BUMN, BUMD, dan swasta besar," tambah Idham.
Menurut Idham, aspek lahan atau tanah menjadi faktor penting dalam proyek-proyek infrastruktur swasta (termasuk asing) yang terlibat dalam MP3EI dan KEI.
"Dengan demikian, akan terjadi perampasan tanah rakyat besar-besaran lewat UU Pengadaan Tanah, di seluruh wilayah koridor ekonomi," ujarnya.
Yang lebih mencengangkan, jika RUU Pengadaan Tanah ini disahkan menjadi UU, menurut Idham adalah terjadinya penghilangan masyarakat agraris secara sistematis.
"Kalau UU disahkan, ancaman terbesarnya adalah penggusuran dan akan menambah jumlah orang yang tak punya tanah. Selain itu akan ada penghilangan masyarakat petani secara sistematis," katanya.
Seharusnya, ungkap Idham, petani punya tanah. Namun, karena politik pembangunannya tidak mengarah ke situ, mereka yang selama ini menjadi buruh tani ini secara perlahan hanya akan tetap menjadi buruh tani.
"Kalau tak punya akses pekerjaan di sektor pedesaan, mereka terlempar ke kota dan jadi buruh lepas, dan pilihannya jadi pekerja di luar negeri," kata Idham.
Padahal jelas Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, mengamanatkan negara melakukan pembaruan agraria. Pembaruan agraria ini pada intinya adalah mendistribusikan tanah kepada rakyat yang belum memilikinya.
"Bukannya malah mendistribusikan tanah, negara dengan RUU Pengadaan Tanah ini malah akan merampas tanah milik rakyat," kata Idham.

0 komentar:

Posting Komentar